![]() |
pict by canva |
Sekolah menengah pertama adalah gerbang untuk kemandirianku. SMP yang dituju bukanlah yang favorit, sekolah ini cukup terkenal untuk teman-teman desaku. Mungkin juga salah satu sekolah negeri yang paling dekat. Biasanya yang sekolah di sini seringkali turun temurun, entah dari buyutnya atau dari keluarga besarnya.
Tanpa
aku sadari membiasakan keberanian dalam hidup sudah ku lakukan
sejak dulu. Aku mempersiapkan berkas sendirian, pergi untuk mendaftarkan pun
tanpa keluarga hanya bersama teman-teman. Fokus tujuan aku adalah menjalani
suasana baru dengan orang-orang baru pula.
Untuk pertama kalinya aku merasakan sensasi jalanan ramai, menyebrang jalan dan
menaiki sepeda baruku. Sebenarnya sepeda yang dibelikan bapakku adalah bekas
yang masih layak pakai, tetap saja itu adalah rezeki yang patut disyukuri. Aku sadar
diri bahwa orang tua tidak hanya membiayai hidupku. Jadi aku tidak pernah
mengeluh dengan apa yang ada. Itu adalah hal yang aku syukuri apapun yang
diberikan orangtuaku. Selagi fungsinya sama, tidaklah aku perdebatkan.
Pada hari itu adalah pengumuman kelolosan. Aku bersama
teman-teman SD berangkat bersama-sama. Mengendarai sepeda masing-masing, sambil
mengobrol sana sini. Sesampainnya di papan pengumuman langsung ku cari namaku,
akhirnya aku lolos. Hari itu untuk pertama kalinya aku berkenalan dengan
seorang siswi dari salah satu SD di desaku. Aku pun belum pernah melihat bentuk
SD-nya atau lokasinya dimana. Aku hanya anak desa yang suka main di RT rumah
saja.
Dia seorang perempuan yang ramah, mau mengajakku mengobrol
kesana kesini. Sampai akhirnya kita satu kelas dan satu bangku. Tak disangka
duduk sebangku sampai kelas tiga SMP. Pastinya aku tidak sekelas dengan teman
SD-ku waktu kelas satu. Asyik sekali bisa memiliki teman-teman yang
berbeda-beda daerah.
Kelas satu kami belum terlalu dekat, meskipun sebangku.
Aku tidak suka untuk segera akrab dengan orang baru. Dia juga sering bersama
teman SD-nya kalau pulang sekolah. Aku kadang bersamanya kadang sendiri. Ketika
kelas dua, meski diacak, entah kenapa kita masih satu kelas. Meski ada temanku
dari sekolahku dulu tetap tak bisa begitu dekat. Mulailah aku menyadari pada apa-apa yang teman sebangkuku lakukan.
Dari teman-teman SMP inilah aku memiliki tujuan untuk apa
sih sekolah. Mereka mengajakku untuk belajar, sholat bersama, memiliki rencana
sekolah di mana dan juga mereka suka ke perpustakaan. Pastinya ini membuat aku
dekat dengan mereka.
Tempat favorit kami perpustakaan, mushola dan tempat foto
kopi waktu kelas tiga. Maklum kalau kelas tiga banyak soal-soal yang harus
dikerjakan. Di perpustakan yang ku cari pertama kali adalah MOP(majalah untuk
pelajar), langsung dibuka bagian cerpennya.
Kelulusan kelas tiga diumumkan dan aku tidak sabar untuk
ke sekolah selanjutnya. Harapanku masih sama, tidak mau satu sekolah atau satu
kelas dengan temanku dulu. Aku ambil sekolah di beda kecamatan. Teman
sebangkuku memilih beda kabupaten. Karena dia pintar , jadi sudah jauh-jauh
hari memilih sekolah favorit. Aku sekolah dengan teman dekatku juga. Tetapi
kami di sekolah pun tidak bersama. Bukan menghindar, aku memilih kawan baruku, jurusan
dan kelas kami berbeda. Bukan berarti hubungan kami renggang. Kami memilih
kehidupan masing-masing.
Kebanggaanku akan SMA karena cukup favorit dan juga beda
kecamatan. Tidak ada janji dari bapakku, akan dibelikan atau akan memiliki apa. Aku
sendiri tidak mengharapkan dan tidak memikirkannya. Karena bagiku disekolahkan dengan tidak
memusingkan pembayaran sudah membuatku bersyukur, meski sering telat. Itu tidak
mempengaruhiku untuk malu berteman, sebenarnya aku pun tak memiliki banyak
teman. Aku pusing jika harus terlibat berbagai persoalan yang membuat renggang
hubungan. Aku suka menghindari permasalahan pertemanan. Tergolong sangat cuek
terhadap lingkungan sekitar. Info terbaru teman-teman juga selalu telat, tidak
mengikuti perkembangan kehidupan sosial teman sekolahku.
Sekali lagi aku memiliki teman tiga tahun bersama meski
hanya sebangku di kelas dua dan tiga. Menurutku dia orang yang baik dan
tidak aneh-aneh. Meski begitu kita hanya dekat di lingkungan sekolah. Kita
berbeda di lingkungan luar sekolah. Aku baru menyadari sepertinya aku tak
pernah bermain bersama di luar sekolah.
Kehidupan SMA tidak begitu aku sukai. Aku memilih buku
menjadi temanku, mereka hanya diam, tak memberontak hanya memiliki emosi dari
penulisnya. Aku memiliki teman dekat tapi kami memiliki tujuan setelah lulus
yang berbeda. Keputusan mereka tidak mempengaruhi kehidupanku. Aku lebih suka
memilih teman dan tempat baru.
Di SMA-lah aku merasakan betapa nikmatnya bisa membaca
buku sepuas hati. Meski aku bukanlah anak nakal, bukan berarti aku mematuhi semua
aturan. Aku selalu menyimpan novel di dalam laci bangku. Untuk aku baca ketika
jam pelajaran, apapun mata pelajarannya. Tempat ternyamanku adalah perpustakan.
Setiap pagi yang ku cari adalah koran terbaru dengan berita kejadian seluruh
dunia atau tokoh masyarakat yang memiliki kegiatan bermanfaat untuk orang lain.
Perpustakan juga tempat yang enak untuk tidur.
Kelulusan SMA diumumkan. Aku berpisah dengan
teman-temanku. Aku memilih merantau, di mana di kampusku ini tidak ada teman satu sekolah.
Aku memilih jalanku sendiri dan membiarkan sekitarku
bergerak sesuka mereka. Tempat dan suasana baru adalah cerita yang membuatku
penasaran. Meski begitu aku tak pernah melupakan teman-temanku yang lama,
mereka ada di ruang memoriku khusus mereka.
Aku pun sekarang tinggal di tempat yang sepengetahuanku sama sekali tidak ada teman-teman lamaku. Aku percaya pada Sang Pencipta, bahwa aku dipertemukan dengan orang-orang baik pada waktu dan tempat yang ku jalani. Mereka adalah orang-orang yang mengisi hari-hariku dengan kebaikan dan cara pandang yang mengagumkan. Allah tidak pernah meninggalkan hambanya sendirian.
#cerpen
#ODOP
#OneDayOnePost
#ODOPChallenge3
#ODOPDay16
Aku dulu juga suka baca MOP 🤣 permah kirim rubrik puisi dan cerpen juga
ReplyDeleteSepertinua MOP sudah tidak ada, atau aku yang sudah lama tidak mencari informasinya.
DeleteKeren kakak, ujungnya happy ending... syukak 😍
ReplyDeleteAamiin Ya Allah.
Deletekeluar dari zona nyaman, mencari dunia baru tanpa sosok teman adalah keberanian. karena disana kita akan menemukan sosok-sosok baru dalam petualangan hidup kita. :)
ReplyDeleteBetul sekali.
DeleteKeren, Kak ceritanya. 😊
ReplyDeleteMaaf, ada beberapa typo di sini. Antara lain:
1. bapakku, tidak kapital karena merupakan orang ketiga dan tidak dalam dialog.
2. kemandirianku, merupakan kata ganti milik.
3. membiayai, kurang huruf i tadi.
4. ke sana ke sini, dipisah tidak disambung.
5. meskipun, disambung tidak dipisah.
6. di mana, dipisah tidak disambung.
Mohon maaf apabila kurang berkenan. Sukses selalu. 🙏😊
Siap kak, terima kasih sekali atas koreksinya.
DeleteMantaps.. kalo aku ga suka jalan sendiri hihi
ReplyDeleteKereen ❤️ Barokallah...
ReplyDeleteAamiin.
DeletePerpisahan adalah awal dari perjumpaan
ReplyDeleteBetul kak..
DeleteKeren, semangat nulisnya kk
ReplyDeleteSiapp...
Deleteceritanya ngalir.. Jadi bertanya-tanya, ini tentang diri sendiri atau fiktif? hehehe
ReplyDeleteHehehe...
DeleteIni tentang tugas 😀🤭
Menikmati ceritanya dari awal sampai akhir. Sukaaa
ReplyDeleteTerima kasih kak.
Deletecerita yang mengalun syahdu. mengalir dan enak dibaca, membuatku bersemangat membaca
ReplyDeleteAlhamdulillah, terima kasih kak.
ReplyDeleteTerakhirny happy semua ya... Selamat kak...
ReplyDeleteAamiin Ya Allah..
DeleteKeren ini ceritanya
ReplyDeleteTerima kasih kak
DeleteAku berasa anak manja banget kalau baca ceritanya kak Novia ini kwokwok
ReplyDeleteSuka sesuatu yang baru berarti penyesuaian diri dengan lingkungannya cepet ya kak
Suka banget sama ceritanya inspiratif banget kak, gimana dari kecil udah terbiasa mandiri sampai punya pikiran dewasa dari SD mantap kak 😍😍😍 panutan
Janganlah gitu..hehehe
ReplyDeleteKalau beda kan seru buat obrolan 😍